Di media sosial jenis apapun. Postingan dalam bentuk apapun, seringkali saya mendapati komentar bernada cringe. Awalan komentarnya adalah: "Maaf, sekedar mengingatkan..." kata-kata selanjutnya bisa kamu tebak sendiri.
Kalau hendak mengingatkan orang lain, silakan ingatkan saja. Tidak perlu ada kata maaf, karena kamu tidak sedang bersalah. Pun tak perlu ada tambahan kata sekedar, karena yang namanya mengingatkan tidak tidak ada kata sekedar, alakadar, full, setengah, seperempat. Mengingatkan, ya mengingatkan saja.
![]() |
Photo by Brett Jordan on Unsplash |
Misal, kita ingin mengingatkan teman kerja kita bahwa besok hari senin ada apel pagi di kantor kecamatan, "Bro, besok jangan lupa kita ada apel di kantor kecamatan, ya." Simpel bukan? Tapi kita coba pakai kalimat tambahan, "Bro, maaf, sekedar mengingatkan, besok kita ada apel di kecamatan ya?" Enak didengar? Hmm. Menurut saya tidak. Terlalu apa ya? Gak sreg aja, gitu.
Contoh di atas merupakan peringatan dalam konteks umum. Bukan dalam konteks nasihat. Jadi kalaupun dipakai awalan kalimat "Maaf, sekedar mengingatkan" masih terdengar netral, walaupun agak ngeselin.
Di luar itu, seringkali, awalan kalimat "Maaf, sekedar mengingatkan" ini dipakai dalam konteks nasihat keagamaan. Ini baru terasa betul cringe-nya. Sebetulnya saya gatal ingin memberikan contoh kalimat versi utuhnya, tapi takut dicap menista dan dipersekusi. Hehe. Tapi kamu pasti tahulah maksud saya.
Bagi saya, orang yang sok-sok memberikan nasihat keagamaan dengan awalan kalimat "Maaf, sekedar mengingatkan", adalah orang yang tidak percaya diri dengan apa yang ia sampaikan. Di sisi lain ia bukan ahli agama, tapi di saat yang sama ia ingin menasihati orang lain tentang agama. Maka, jadilah awalan kalimat "Maaf, sekedar mengingatkan" ini sebagai tameng pengaman, agar orang yang diingatkan tidak menyerang balik.
Kasarnya, eh ngapain lo nyerang balik peringatan gue, kan gue udah minta maaf dan itu hanya sekedar mengingatkan. Ingat ya, sekedar. Jadi peringatan saya untuk Anda gak banyak, hanya sekedar. Jadi, gak usah ngegas. See? Akhirnya kita paham bahwa kalimat "Maaf, sekedar mengingatkan" adalah sebagai jurus untuk melindungi diri.
Aslinya, kalau memang kita ahli agama, rasanya sangat tidak perlu menambahkan kalimat "Maaf, sekedar mengingatkan" kepada umat jikalau kita sedang ingin mengingatkan. Boleh ya boleh, gak boleh ya gak boleh. Wajib ya wajib. Harom ya harom. Tidak perlu embel-embel kalimat pengaman "Maaf, sekedar mengingatkan" saat sedang mengingatkan.
Dalam hal mengingatkan, kita juga harus tahu siapa diri kita. Apa bisa kita. Apa keahlian kita. Ambil contoh, anggap saja ada seorang montir, kemudian ia gatal ingin memberikan nasihat atau peringatan tentang agama kepada sesama rekan montirnya. Jika ia sekonyong-konyong mengingatkan rekannya tanpa ada kalimat pengaman "Maaf, sekedar mengingatkan" maka siap-siap saja, kemungkinan besar, nasihatnya akan dihalau dengan jawaban, "Ah sok tahu, lu."
Lain hal kalau seperti ini, si montir tadi, hendak memberikan nasihat tentang perawatan mesin mobil kepada seorang pemuka agama yang kebetulan mobilnya sedang di-treatment sama si montir. Tanpa kalimat pengaman "Maaf, sekedar mengingatkan" pun, pemuka agama tadi akan nrimo saran si montir. Pemuka agama itu mafhum bahwa skill dan kompetensi seorang montir adalah soal mesin. Mau si montir ngomongnya kasar dan gak sopan pun, kalau itu masih ada kaitannya dengan dunia permesinan, ya pasti didengar.
Sekarang situasinya dibalik, pemuka agama tadi ingin memberikan nasihat permesinan kepada rekannya sesama pemuka agama, rasanya kalimat pengaman "Maaf, sekedar mengingatkan" perlu ditambahkan sebelum rekannya menjawab, "Hmm, Romo Gus sok tahu ya."
Ilustrasi lainnya, silakan kamu cari sendiri ya!
Maksud saya adalah, saat kita mengenali dengan jelas skill dan kompetensi kita, keahlian kita, maka kita tidak membutuhkan kalimat "Maaf, sekedar mengingatkan" ketika kita sedang memberikan nasihat atau saran yang berkaitan dengan keahlian kita. Karena orang jelas tahu dan percaya akan kompetensi kita. Artinya, ini menurut saya, saat kita mulai tergoda untuk menambahkan kalimat "Maaf, sekedar mengingatkan" dalam pernyataan kita, itu adalah pertanda bahwa kita sedang mengungkapkan sesuatu yang kita tidak ahli di dalamnya. Alias, kita sedang sok-sokkan tahu.[]