Siapa yang tidak pernah main ke Dunia Fantasi (Baca: Dufan). Orang kesana tujuannya untuk wisata, bersenang-senang. Tapi tunggu dulu, bukank...

Jungkir Balik

Siapa yang tidak pernah main ke Dunia Fantasi (Baca: Dufan). Orang kesana tujuannya untuk wisata, bersenang-senang. Tapi tunggu dulu, bukankah wahana di sana banyak yang membuat kita panik, teriak, takut, alih-alih membuat kita senang. Bahkan wahana kora-kora dan roller coster tak kalah banyak antriannya dengan wahana istana boneka. Dan kalau diselami lebih jauh, aslinya mereka yang mengantri di wahana istana boneka pun ingin mengantri di wahana yang menantang. Namun demi anak kesayangan, ya sudahlah mengalah dulu di wahana istana boneka.


Photo by Gabriel Valdez on Unsplash

Saya pernah mengantri di wahana istana boneka. Tidak ada tantangan. Hanya duduk manis di perahu, terus disambut pemandangan boneka berbagai rupa di kanan dan kiri. Setelah keluar dari wahana itu, kesan saya, mulai dari masuk hinga keluar wahana, ya sudah, begitu saja. Tidak impresif. Lain hal ketika saya menjajal wahana tornado, histeria dan roller coster, sensasinya sangat lain. Menjelang naik wahana, kaki sudah lemas. Mundur gak ya, mundur gak ya. Tapi akhirnya naik juga. Saat naik, jantung sudah tidak karuan. Menjelang punch-line wahana, misal saat di tornado adalah ketika berada di atas, wahana di-freeze, kepala saya ada di bawah, kaki di atas. Posisi ada di ketinggian kurang lebih 50 meter dari tanah. Di wahana histeria punch-line begitu terasa ketika badan terhentak ke atas secara spontan, kemudian dibanting ke bawah. Jantung bak mau lepas.


Selesai menaiki wahana ekstrim, kita turun dengan bangga. Serasa menjadi pahlawan yang berhasil mengalahkan sesuatu. Dalam hal ini, ketakutan kita sendiri. Ragam perasaan yang bercampur ketika berada di wahana menghasilkan produk akhir bernama kepuasan. Gila bener gue. Begitulah rasanya. Kamu pasti paham. Pulang dari Dufan, rasanya yang paling diingat adalah wahana ekstrim ketimbang wahana istana boneka.


Benang merahnya. Rasa puas dan senang justru muncul dari wahana-wahana ekstrim, yang notabene tak menyenangkan. Wahana yang notabene dibuat menyenangkan malah tak berhasil membuat kita puas dan senang. Tujuan kita ke Dufan untuk alasan bersenang-senang menjadi ambigu, karena kita dibuat senang oleh wahana yang aslinya dibuat menakutkan dan tak menyenangkan. 


Tapi begitulah kita, kadang dalam hidup kita bercita-cita untuk senang bahagia. Namun saat kita mencapai situasi itu kita malah tak senang dan biasa. Tapi giliran hidup ada di fase jungkir balik, kita mengeluh tak terima. Kok hidup tak adil, kapan aku bahagia. Sebetulnya saya ada di posisi ragu seragu-ragunya. Andaipun hidup kalem, adem ayem tentrem, seperti di wahana istana boneka, saya yakin kita juga tetap tidak akan merasa bahagia.


Sebetulnya, jungkir balik hidup kita sudah benar adanya. Hadapi saja. Rasakan ledakan adrenalinnya. Nikmati. Selesaikan. Ada masanya kita akan merasa puas dan senang ketika sudah melewatinya. Percaya saja.[]